Gampong Lambiheu Lambaro Angan terbentuk dari dua areal, yaitu tanah persawahan dan kawasan hutan kecil yang lebat. Awalnya penduduknya hanya beberapa kepala keluarga yang masih memiliki hubungan kekerabatan, dengan mata pencaharian uatama di sektor pertanian. Seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai membuka lahan baru dengan menebang pohon untuk memperluas area bercocok tanam dan tempat tinggal. Salah satu bukti bahwa kawasan ini dulunya berhutan lebat adalah pohon besar di Dusun Ujong Jeh yang dikenal sebagai Bak Geulumpang, yang tumbang pada Mei 2022 akibat angin puting beliung.
Pada masa lalu, gampong ini dikenal dengan nama Lambiheu Meunasah Raya. Nama tersebut muncul karena gampong ini menjadi pusat berbagai kenduri besar, seperti kenduri maulid, puasa dan blang, yang lebih meriah dibanding gampong lain. Semua kegiatan berpusat di Meunasah Lambiheu, yang juga memiliki sebuah makan keramat yaitu kuburan Tgk. Chik Meunasah, sering diziarahi dan bahkan dijadikan tempat bernazar oleh masyarakat, baik dari dalam maupun luar gampong. Di meunasah juga terdapat kolam wudhuk yang kemudian ditimbun ketika sistem pemerintahan gampong mulai dibentuk, lalu diganti dengan tempat wudhuk baru.
Seiring perkembangan zaman, tradisi kenduri besar mulai berkurang, meskipun kegiatan kenduri masih tetap ada meski tidak sebesar dulu. Sekitar tahun 1970-an, nama gampong resmi berubah menjadi Lambiheu Lambaro Angan, menyesuaikan dengan kemukiman tempatnya berada, yaitu Lambaro Angan. Hingga kini, nama tersebut tetap dipakai sebagai identitas gampong.